Konstan.co.id – Eks Bendahara BLUD RSUD Bangkinang, Arvina Wulandari, divonis penjara selama 6,5 tahun. Ervina dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dana di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Bangkinang yang merugikan negara sebesar Rp6,8 miliar lebih.
Terdakwa bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang–Undang (UU) Rai Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Menghukum terdakwa Arvina dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan penjara, dikurangi selama masa penahanan yang telah dijalani,” ujar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Mardison, Senin (9/10/2023).
Hakim juga menghukum Arvina membayar denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar maka dapat diganti dengan 3 bulan kurungan.
Hakim juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti (UP) kepada negara sebesar Rp6.892.246.181,04, karena terdakwa telah mengembalikan uang Rp100 juta. Apabila UP tidak dibayar maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun penjara.
Atas vonis hakim itu, terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Hal serupa juga dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Haris Jasmana dan K Ario Utomo Hidayatullah.
Sebelumnya, JPU menuntut Arvina dengan pidana penjara selama 9 tahun dan 6 bulan. Terdakwa juga diidenda sebesar Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan.
Tidak hanya itu, Arvina juga dihukum membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp6.992.246.181,04. Dengan ketentuan, apabila UP tidak dibayar maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 9 bulan.
Arvina merupakan Bendahara Pengeluaran pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Tahun Anggaran 2017 dan Tahun Anggaran 2018 RSUD Bangkinang. Awalnya dari RSUD Bangkinang menerapkan pengelolaan keuangan lewat BLUD secara penuh sejak 2011 lalu.
Namun Arvina dinilai melakukan penyimpangan pada catatan pengeluaran pada tahun 2017 Rp 37,7 miliar dan 2018 sebesar Rp 32,8 miliar. Terdakwa menyusun buku keuangan 2018 Rp 39,3 miliar sedangkan 2018 sebesar Rp 32,6 miliar.
Pada pelaksanaannya ditemukan banyak sekali penyimpangan. Di antaranya tidak mencatat transaksi pengeluaran berikut bukti-bukti, pencairan tidak dihitung sesuai prosedur yang ditentukan dan ada juga pengeluaran yang tidak sesuai hingga negara dirugikan Rp6.992.246.181,04.