Konstan.co.id – Kejaksaan Agung akan mengajukan kasasi terhadap vonis bebas yang dijatuhkan terhadap terdakwa Henry Surya.
Hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Henry Surya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
Kejagung menilai vonis bebas yang diberikan merupakan suatu kekeliruan Hakim dalam menerapkan hukum.
“Penuntut Umum mengajukan upaya hukum Kasasi dalam waktu 14 hari kedepan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis yang diterima Konstan.co.id, Senin (30/1/2023).
Ketut mengungkapkan bahwa kasus KSP Indosurya merupakan kasus yang menyita perhatian publik.
Dalam kasus ini, kata dia, jumlah korban yang dirugikan dinilai cukup banyak. Apalagi, KSP Indosurya memiliki 23.000 nasabah dan mengumpulkan dana nasabah sebanyak Rp106 triliun.
“Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut tidak menerapkan peraturan hukum
sebagaimana mestinya”, putusan Majelis Hakim tidak sejalan dengan tuntutan dari Penuntut Umum,” katanya.
Penuntut Umum mengajukan upaya hukum KASASI dalam waktu 14 hari kedepan sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHAP, dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1. Bahwa KSP Indosurya telah memiliki 23.000 nasabah dengan mengumpulkan dana nasabah seluruhnya sebanyak Rp106 Triliun, berdasarkan hasil audit nasabah yang tidak terbayarkan lebih dari 6.000 nasabah yang jumlah kerugiannya sebesar kurang lebih Rp16 Triliun, sehingga perbuatan para pelaku sangat melukai hati masyarakat yang menjadi korban dari kegiatan KSP Indosurya, dan pengumpulan dana dilakukan secara ilegal dengan memanfaatkan kelemahan hukum perkoperasian dijadikan alasan untuk mengeruk keuntungan masyarakat.
2. KSP Indosurya tidak memiliki legal standing sebagai koperasi dengan alasan:
a) Tidak pernah dilakukan rapat anggota yang memiliki kewenangan tertinggi minimal 1 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban.
b) Anggota yang direkrut tidak memiliki kartu keanggotaan dan tidak pernah dilibatkan
dalam mengambil keputusan penting seperti pembagian dividen / Sisa Hasil Usaha
(SHU) setiap tahunnya dan perubahan nama koperasi menjadi KOSPIN Indosurya Cipta.
c) Produk yang dijual tidak masuk akal seperti simpanan berjangka yang nilai simpanannya
mulai Rp50juta sampai jumlah tidak terbatas dengan iming-iming bunga 8,5% sampai
11,5 % yang tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
3. KSP Indosurya juga memperluas wilayah dengan membuka 2 kantor pusat dan 191 kantor cabang di seluruh Indonesia tanpa pemberitahuan kepada Kementerian Koperasi dan UKM serta tidak diketahui oleh anggota. Hal tersebut semata-mata adalah perintah dari HENRY SURYA yang dibantu oleh JUNIE INDIRA dan SUWITO AYUB.
4. Setelah uang nasabah terkumpul dari 2012 s/d 2020 atas perintah HENRY SURYA,
sebagian dana tersebut dialirkan ke 26 perusahaan cangkang milik HENRY SURYA, dan sisanya dibelikan aset berupa tanah, bangunan dan mobil atas nama pribadi dan atas nama PT. Sun Internasional Capital milik HENRY SURYA.
5. Perbuatan HENRY SURYA, JUNIE INDIRA, dan SUWITO AYUB dengan dalih membuat
koperasi simpan pinjam, semata-mata untuk mengelabui masyarakat yang membuat
pengumpulan uang KSP Indosurya seolah-olah untuk kepentingan dan kesejahteraan para
anggota. Padahal perbuatan tersebut dilakukan untuk menghindari adanya pengawasan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta menghindari proses perijinan penghimpunan dana masyarakat melalui Bank Indonesia, sehingga kepada para pelaku, Penuntut Umum sudah sangat benar menjerat dengan pasal dakwaan yakni:
Dakwaan Kesatu:
Pertama : Pasal 46 ayat (1) tentang Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Kedua : Pasal 378 KUHP
Ketiga : Pasal 372 KUHP.
Dakwaan Kedua;
Pertama : Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kedua : Pasal 4 jo. Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Oleh karena tidak ada perbuatan perdata sama sekali yang dilakukan oleh HENRY SURYA dkk, dan justru memanfaatkan celah hukum dengan menggunakan tipu muslihat, memperdaya korban dalam hal ini nasabah dengan kedok koperasi bahwa seluruh kegiatannya seolah-olah menjadi legal. Padahal seluruh korban tidak pernah merasa menjadi anggota koperasi tetapi lebih pada menjadi korban penipuan investasi bodong, sehingga penerapan hukum perdata dalam perkara tersebut jauh dari rasa keadilan dan sangat melukai masyarakat yang menjadi korban investasi bodong yang dikendalikan oleh HENRY SURYA, JUNIE INDIRA, dan SUWITO AYUB.