Konstan.co.id – Dalam amanat Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pembangunan desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Upaya mengurangi kesenjangan antara desa dan kota dilakukan dengan mempercepat pembangunan desa-desa mandiri serta membangun keterkaitan ekonomi lokal, antara desa dan kota melalui pembangunan kawasan pedesaan.
Pembangunan desa menjadi kewenangan dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota, sedangkan pemerintah pusat sebagai motivator dan fasilitator dalam
percepatan. Namun demikian, pembangunan desa tidak mungkin berhasil tanpa dukungan dan kerja keras para pemangku kepentingan (stakeholders). Dalam mengatasi permasalahan desa,
Presiden RI Joko Widodo berkomitmen untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, sebagaimana tertuang dalam Nawacita poin 3. Kebijakan Presiden Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran sangatlah tepat, dimana daerah pinggiran yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, harus menjadi titik perhatian utama pemerintah.
Tak hanya membangun jalan, Pemerintah harus
juga mendirikan balai kesehatan, sekolah, pasar, pembangkit listrik dan infrastruktur lainnya, sehingga masyarakat yang tinggal di perbatasan mendapat jaminan mata pencarian, akses kesehatan, akses pendidikan, dan akses penerangan listrik.
Berbagai langkah telah dilakukan salah satunya adalah memberikan porsi besar dengan
mengucurkan dana desa yang kehadirannya diharapkan dapat menjadikan sumber pemasukan desa meningkat demi mengatasi permasalahan guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
Sejak 2015, dana desa telah disalurkan dan hasilnya pun sudah terlihat seperti telah
terbangunnya jalan desa, jembatan, pasar desa, fasilitas air bersih, sumur, embung, irigasi, dan
sarana olahraga. Pembangunan yang bersumber dari dana desa tersebut semakin menegaskan komitmen Presiden RI Joko Widodo untuk membangun Indonesia dari pinggiran, perbatasan, dan desa. Oleh karena itulah, yang dibangun bukan hanya jalan tol, bandara, atau pelabuhan saja, melainkan juga infrastruktur skala kecil yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa.
Pembangunan desa ini tentu membutuhkan dana desa yang sangat besar sekali, dan
pengelolaannya harus menggunakan prinsip kehati-hatian.
Demi mendukung program Presiden RI Joko Widodo dalam membangun desa, Kejaksaan RI
sebagai Aparat Penegak Hukum turut berperan serta, yakni diimplementasikan dengan
menandatangani Nota Kesepahaman antara Kementerian Dalam Negeri RI dan Kejaksaan RI
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Koordinasi Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Laporan atau Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Tujuan dari nota kesepahaman ini yaitu memberi kepastian/kejelasan terhadap cara koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) tanpa saling menegasikan atau mengesampingkan tugas, fungsi dan kewenangan baik APIP maupun APH sebagaimana diatur sesuai ketentuan perundang-undangan dalam penanganan laporan atau pengaduan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain Nota Kesepahaman tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga mengeluarkan Surat
Khusus Nomor: B-23/A.SKJA/02/2023 tanggal 14 Februari 2023 kepada para Kepala Kejaksaan
Tinggi di seluruh Indonesia perihal penanganan perkara terkait pengelolaan keuangan desa.
Dalam surat edaran tersebut, Jaksa Agung pada pokoknya memerintahkan kepada seluruh
Kepala Kejaksaan Tinggi berserta jajaran untuk lebih cermat, bijak, dan hati-hati dalam
mengambil sikap serta segera menindaklanjuti laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada kesempatan pertama dengan memperhatikan batas waktu dalam setiap tahapan penanganan perkara untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari penyelesaian perkara yang berlarut-larut sebagai perwujudan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.